Lazada Indonesia

Tuesday, April 12, 2016

Makalah Pendidikan di Indonesia Pada Masa Penjajahan

Makalah Pendidikan di Indonesia Pada Masa Penjajahan 

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi yang pesat di Eropa menyebabkan banyaknya bangsa barat melakukan ekspansi ke seluruh dunia. Bangsa Eropa menyebutnya zaman itu sebagai The Age of Reconnaissance atau zaman Ekploitasi dan penjelajahan awal, dengan adanya perkembangan ekonomi yang pesat memicu bangsa Eropa melakukan ekspansi dengan tujuan mencari daerah jajahan dan mencari pusat penghasil bahan mentah untuk industri di Eropa. Karena berkembangnya perdagangan maka pada awal abad ke-16 datanglah bangsa Eropa ke Indonesia, yang pertama adalah bangsa Portugis, yang kemudian disusul bangsa Spanyol, mereka datang ke Indonesia selain untuk berdagang dan juga untuk mengembangkan agama Nasrani (Agama Katolik). Kecuali Maluku sedikit sekali pengaruh dari kebudayaan mereka. Hal itu tidak mengherankan, karena ketika bangsa Portugis datang ke Malaka dan Indonesia, mereka menemui alat-alat kebudayaan yang tidak kalah oleh milik kebudayaan bangsa barat. Pengaruh barat pada masa itu hanya bagaikan kulit, sedangkan isinya tetap Indonsia asli (I. Jumhur:1976:114).

Akhirnya kekuasaan bangsa Portugis dan Spanyol lenyap dari Maluku. Perdagangan rempah-rempah tidak lagi menguntungkan bagi bangsa Eropa malahan merugi. Zaman pengaruh Portugis-Spanyol berlangsung kurang lebih satu abad lamanya.

B. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana proses pelaksanaan pendidikan Portugis-Spanyol di Indonesia?
2.      Bagaimana proses pelaksanaan pendidikan VOC di Indonesia?
3.      Apa pengaruh pendidikan bangsa barat terhadap masyarakat Pribumi di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan masa bangsa Portugis dan Spanyol

Setelah menguasai malaka pada permulaan abad ke -16, orang-orang Portugis bergerak mencari daerah sumber rempah-rempah di Indonesia bagian timur. Mereka menguasai pulau Ternate, Tidore, Ambon dan Bacan. Dalam gerakan selalu di ikuti oleh missinaries Roma Khatolik. Segera sesudah menduduki daerah atau pulau maka langkah pertama yang dikerjakan adalah menjadikan penduduk setempat penganut agama roma katolik. Tugas ini dilakukan oleh padri-padri dari “ordo Fransiskan” sesudah masyarakat pribumi dibaptis langkah berikutnya adalah memberikan pendidikan kepada mereka agar  agama baru yang telah dipeluk dapat diresapi dan didalami. Peranan para missionaris dari “ordo franciskan” kemudian terdesak oleh kaum “Yezuit”(salah satu ordo padri Katolik) dibawah pimpinan Fransiskus Xaverius(1506-1552)yang kemudian menjadi peletak dasar dari Katolik se Indonesia.


Pada tahun 1536 penguasa Portugis di Maluku bernama Antonio Galvano, mendirikan sekolah seminari untuk anak-anak dari pemuka Bumiputera. Selain pelajaran agama juga diajarkan membaca, menulis dan berhitung. Apakah bahasa pengantar  pada sekolah tersebut digunakan bahasa Portugis atau bahasa daerah tidak dapat diketahui secara jelas. Sekolah semacam ini didirikan di pulau Solor jumlah muridnya mencapai 50 siswa, diketahui bahwa bahasa latin diajarkan pada Bumi Putera ternyata dapat mengikuti pelajaran dan ingin melanjutkan dan meneruskan studi ke Goa, yang menjadi kekuatan Portugis di Asia. Fransiskus Xaverius pada tahun 1547 pergi ke Goa dari Ternate dengan membina pemuda-pemuda Maluku untuk melanjutkan pendidikan ke Goa (Soemarsono Mestoko,dkk:1986:71).


Penyebaran agama Katolik di daerah Maluku demikian pula penyelenggaraan pendidikan tidak banyak mengalami perubahan atau kemajuan yang berarti karena selain hubungan bangsa Portugis dengan Sulatan Ternate kurang baik, mereka harus berperang melawan bangsa Spanyol kemudian Inggris.

Akhirnya Belandalah yang dapat menghalau bangsa Portugis dari Indonesia Timur dan kemudian mengambil alih segala Harta banda termasuk milik Gereja Katolik beserta lembaga pendidikannya. Tetapi sebagian penduduk masih setia terhadap katolik roma hingga Sekarang(Sumarsono Mestoko, dkk:1986:72).

B. Jaman ‘ Vereenigde Oost- Indishe Compagnie(VOC)

1. Tujuan  dan Landasan Idiil

VOC adalah perusahaan dagang milik pemerintahan Belanda, wajar organisasi tersebut mempunyai tujuan komersial, dengan mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan Belanda pada umumnya dan pemegang saham Khusus, pada abad ke 17 dan 18 di negeri Belanda segala kegiatan yang menyangkut bidang pendidikan dan pengajaran dilaksanakan oleh lembaga keagamaan. Pemerintahan tidak ikut campur tangan secara langsung dalam penyelenggaraan, sehingga Gereja mempunyai kebebasan yang besar dalam pendidikan. Berbeda dengan di negeri Belanda, di Indonesia pada waktu itu VOC sama sekali tidak menghendaki bahwa lembaga keagamaan mempunyai wewenang dalam mengatur masyarakat di daerah yang mereka kuasai. Kegiatan gereja merupakan sebagian dari aktivitas komersialnya, oleh karena itu penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran walaupun masih tetap dilakukan oleh kalangan agama, tetapi mereka adalah pegawai VOC(Sumarsono Mestoko, dkk:1986:77).

Orang-orang Belanda beserta keluarganya memerlukan pendidikan dan latihan yang baik mengenai pengetahuan umum dan pengetahuan khusus tentang Indonesia. Di samping itu VOC memerlukan juga tenaga untuk membantu dari penduduk Pribumi. Kepada merekalah perlu diberikan pendidikan sekedar untuk dapat menjalankan tugasnya, karena yang memberikan pelajaran dan pendidikan adalah orang-orang dari kalangan Gereja maka tidak heran bahwa dasar dari pendidikan VOC adalah agama Nasrani (Protestan). Hal ini antara lain dapat dilihat pada waktu VOC merebut Maluku dari tangan bangsa Portugis. Sekolah dan Gereja Roma Katolik ditutup dan padri atau missionaris diusir, sebagai gantinya dibukanya sekolah dan gereja Kristen Protestan. Bahkan seorang “Wali Laut” (Zeevoogd)VOC bernama Cornelis Matelief pada tahun 1607 berusaha keras untuk menjadikan Ambon sebagai koloni Belanda sepenuhnya dengan menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa sehari-hari, tetapi usahanya tidak berhasil sesuai dengan harapan.


2. Jangkauan Wilayah Pendidikan VOC

Pada waktu VOC datang di Indonesia, mereka langsung menuju ke daerah yang menjadi sumber kekayaan bagi pasaran dunia yaitu kepulauan Maluku. Dua kesultanan yang berada di wilayah ini yaitu Ternate dan Tidore saling bermusuhan dan diperalat oeh bangsa Portugis dan Spanyol, baru pada permulaan abad ke -17 Raja Ternate menganggap VOC sebagai kawan dan memperbolehkan mendirikan benteng di pulau Ambon.
Setelah orang portugis yang menetap dan sangat berpengaruh di wilayah itu diusir oleh VOC, maka VOC mulai berkuasa mutlak dan mulai mengatur perdagangan dan kehidupan masyarakat. Sejak tahun 1605 VOC meluaskan daerah pengaruhnya ke arah utara dari kedudukannya di pulau Ambon sampai ke wilayah Sulawesi Utara dan kepuluan Sangir Talaud. Dalam bidang pendidikan VOC selain mengambil alih bekas lembaga-lembaga pendidikan Portugis juga mendirikan sekolah baru  sesuai dengan pola Portugis yang dalam penguasaannya suatu wilayah berusaha mengkristenkan penduduknya maka VOC meneruskan pula “policy”tersebut bedanya bangsa Portugis menyebarkan agama Roma Katolik sedangkan bangsa Belanda yang menyebarkan agama Kristen Protestan. Atas pola tersebut menurut laporan tahun 1695 mengenai guru, sekolah dan murid di luar pulau Ambon keadaan sebagai berikut:

No lokasi
Guru
Sekolah
Murid
Ternate
5
2
54
Makyan
1
1
12
Batsyan
1
1
12
Celebes
7
6
220
Tagulanda
3
2
148
Sjauw
4
4
263
Sangir
12
11
319
Pulau Cibruwang (kaburuang=
Kaburuan)di kep talaud
1
2
29
Jumlah di 8 pulau
34
29
1057
Sumber: Dr.I.J.Brugmans, Geschienedenisvan het onderwijs in Nederlands indie
Tabel : Jumlah Guru, Murid, dan Sekolah

Di pulau Ambon sekitar tahun 1645 terdapat 33 sekolah dan 1300 murid dan pada tahun 1708 jumlah muridnya meningkat mnjadi 3966 jiwa.

Pada abad ke 18 VOC meluaskan jangkauan wilayah pendidikannya ke arah selatan sejalan dengan perluasan daerh pengaruhnya, namun demikian mereka membatasi diri pada bekas daerah kekuasan bangsa Portugis dan Spanyol yang telah mulai dengan kegiatan pendidikan. Daerah VOC meluas ke pulau Timor(1701), Sawu(1756), Kei(1632), Kepuluan Aru(1710), pulau Kisar, Wettar dan Letti(1700).  (Sumarsono Mestoko, dkk:1986:79)
Berbeda dengan Kepuluan Maluku dan Nusa Tenggara Timur, di Sumatra, Jawa dan Sulawesi Selatan, VOC tidak mengadakan Kontak Langsung dengan penduduk tetapi melalui Sultan, Raja atau Penguasa daerah. Dengan demikian di wilayah tersebut tidak terdapat sistem pendidikan VOC, kecuali di tempat kedudukan, di kota pelabuahan atau benteng yang dijadikan basis. Penyelenggaraannya juga khusus orang-orang VOC dan pegawainya. Selain itu pengaruh Portugis dan Spanyol tidak pernah masuk di tiga wilayah tersebut sehingga agama Roma Katolik tidak terdapat di kalangan penduduk asli. Sekolah yang pertama didirikan di Jakarta (Batavia) pada tahun 1617, tahun 1636 sudah menjadi 3 sekolah dan diperluas terus sehingga pada tahun 1779 jumlah murid di luar kepulauan Maluku sebagai berikut:
§  Jakarta (batavia)              => 639 murid
§  Pantai Utara Pulau Jawa =>327 murid
§  Ujung Pandang               => 50 murid
§  Timor                             => 593 murid
§  Pantai Sumatra               => 37 murid
§  Cirebon                           => 6 murid
§  Banten                            => 5 murid

3. Sistem dan Jenis Persekolahan

a. Pendidikan Dasar
Seperti yang telah dikemukakan diatas maka sistem persekolahan di wilayah VOC didasarkan dan dilakukan orang-orang dari kalangan agama. Dengan sendirinya sekolah mempunyai ciri dan corak agama (kristen), sekolah pertama didirikan di jakarta pada tahun 1617 menjelma menjadi sekolah Betawi (Batavische School) di tahun 1622 dengan 92 murid pria dan 45 wanita, dan pada tahun 1630 berdiri pula sekolah warga negara(Burger School). Sekolah tersebut bersifat pendidikan dasar dengan tujuan untuk mendidik budi pekerti, demikian pula dengan sekolah-sekolah yang ada di wilayah VOC di Indonesia bagian timur bersifat pendidikan dasar dan bercorak agama.

b. Sekolah Latin

Pada abad ke 17 Bahasa Latin merupakan bahasa ilimiah bagi orang Eropa, oleh karena itu timbul gagasan untuk mendirikan sekolah Latin di Jakarta. Sistem persekolahan dimulai dengan cara menumpang tempat tinggal(in de kost) di rumah seorang pendeta.
Dengan pemberian sejumlah biaya menumpang 12 murid keturunan Belanda dan Indo, pada tahun 1642 mulai diajar bahasa Latin. Jenis sekolah ini hanya berkembang sebentar, tetapi di tahun 1651 sudah mulai menyusut sehingga akhirnya ditutup pada tahun 1656.   Pada tahun 1666 sekolah latin dibuka kembali tetapi hanya mampu bertahan selama empat tahun, sehingga akhirnya sekolah latin ditutup kembali.

c.  Seminarium Theologicum

Pada suatu saat pemerintahan VOC menganggap perlu membuka seminarium untuk mendidik calon pendeta. Jabatan ini dirasakan penting karena berfungsi ganda yaitu sebagai ulama dan sebagai guru. Seminarium tersebut ciptaan Gubernur Jendral Van Imhoff didirikan pada tahun1745 di Jakarta. Murid-muridnya diasramakan dan diajar selama lima setengah jam sehari. Sehari berjalan  sepuluh tahun jenis sekolah terpaksa ditutup karena lulusannya terlampau sedikit.

d. Akademi Pelayaran (Academic der marine)

Van Imhoff juga  mendirikan akademi pelayaran dengan meksud melatih dan mendidik calon perwira pelayaran. Lembaga ini didirikan pada tahun 1743 mengalami juga nasib yang sama dengan seminari ciptaan Van Imhoff. Penggantinya Gubernur Jendral Mossel, akademi tersebut ditutup pada tahun 1755 dengan alasan bahwa lulusannya sedikit sehingga biaya operasionalnya menjadi mahal.

e. Sekolah Cina

Bagi penduduk Pribumi yang beragama islam, pendidikan bukanlah merupakan masalah karena dimana-mana terdapat sekolah agama yang disamping mengajarkan pelajaran agama juga memberikan  ilmu lainnya.
Untuk pegawai VOC dan pribumi pemmeluk agama kristen, pemerintahan kompeni telah mengaturnya, tinggal penduduk keturunan Cina yang belum mendapat kesempatan untukk memperoleh pendidikan. Hal ini menjadikn pemikiirran dari penguasa kompeni sehingga akhirnya di tahun 1737 didirikan sekolah untuk anak-anak cina yang miskin. Sekolah ini tidak berfungsi lagi akibat dari peristiwa 1740 (de Chinezenmoord =pembunuhan cina). Pada tahun 1753 dan 1787 sekolah macam ini didirikan lagi atas biaya masyarakat cina sendiri. Sebenarnya VOC sebenarnya tidak langsung menangani pendidikan golongan keturunan Cina, tetapi diserahkan kepada masyarakat cina sendiri melalui lembaga Swasta.
Pendidikan dan pengajaran menurut ukuran standar umum masih berlaku, sebenarnya tidak terpikir oleh penguasa VOC. Baru pada akhir abad ke 18 setelah keadan komersial dan finansial perusahaan menurun, tokoh-tokoh kompeni mulai memperhatikan bidang pendidikan di daerah kekuasaannya.

4. Fasilitas Fisik, Personil dan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pendidikan


a. Sarana Fisik

Sangat sulit untuk memperoleh jumlah yang tepat mengenai sarana fisik pendidikan pada masa VOC. Informasi yang didapat dikumpulkan datang dari berbagai sumber dan tidak mencakup Informasi khusus mengenai pendidikan yang meliputi suatu tempat dan waktu yang sama.
Dari angka-angka yang pernah dikemukakan dalam halaman sebelumnya, maka terdapat 4 pengelompokan:
1.      Di P.Ambon dan sekitarnya, tahun 1645 terdapat 33 sekolah dengan jumlah muridnya mencapai 1300 orang, dan pada tahun 1708 meningkat menjadi 3966 orang. Apakah jumlah sekolah itu juga meningkat tidak dapat dinyatakan disini?
2.      Di kepulauan Sangir talaud, Sulawesi Utara  dan Maluku Utara pada tahun 1695 terdapat 29 sekolah dengan jumlah guru ada 34 guru dan 1057 murid.
3.      Di kepulauan Maluku Selatan dan daerah sekitar Pulau timur sekitar tahun 1756 terdapat 9 sekolah dan data mengenai jumlah murid hanya dapat ditemukan di sekolah-sekolah di P.timor dengan jumlah 593 murid pada tahun 1779.
4.      Selain sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh kompeni (VOC), pada tahun 1779 terdapat 9 sekolah swasta untuk golongan elite VOC dan juga untuk golongan yang bercampur-baur antara anak Belanda, Cina, dan Bumiputera. Seperti pernah dikemukakan maka jumlah pada tahun 1779 yang ada diluar ketiga kelompok daerah  antara lain:
Jakarta (Batavia)            =>639 murid
Pantai Utara Pulau Jawa =>327 murid
Ujung Pandang               => 50 murid
Timor                             => 593 murid
Pantai Sumatra               => 37 murid
Cirebon                           => 6 murid
Banten                            => 5 murid

b. Personil

Sejalan dengan kebijakan umum VOC, maka guru-guru untuk sekolah di wilayah kekuasaannya, pada umumnya merangkap sebagai guru agama Kristen. Guru sebelumn melakukan  tugasnya harus mempunyai lisensi yang diterbitkan oleh kompeni. Tetapi ujiannya diselenggarakan  oleh Gereja Reformasi  dan dengan demikian menunjukkan bahwa calon guru adalah warga dari Gereja tersebut.
VOC mengadakan pembatasan yang tegas antara penduduk Bumiputera dengan golongan “merdelka” yaitu orang-orang keturunan campuran dan orang asia lainnya dengan pegawai Kompeni dan orang asing. Disamping itu guru Eropa terdapat pula guru Bumiputera untuk mengajar anak Bumiputera kristan adan anak-anak budak belian dalam bahasa Melayu atau Portugis. Pada tahun 1706 di Betawi trdapat 36 orang guru Bumiputera.
Walaupun pendidikan berwatak dan bercorak agama, namun guru-guru adalah pegawai VOC dan diberi pangkat “komersil” seperti pegawai VOC lainnya. Di Betawi pada tahun 1753 gaji mereka adalah berkisar f.7-f.10(tujuh sampai sepuluh gulden), suatu jumlah yang jauh dibawah rekan-rekannya dari Eropa yang menerima f.15-f.24. pada waktu itu disamping uang masih umum diberikan gaji seperti padi, beras, pala, kayu manis.

c. Kurikulum

1. Pendidikan Dasar
Sangat menarik bahwa peraturan sekolah (School Verordening) tahun 1778 terdapat peraturan mngenai sistem klasifikasi. Pembagian menjadi 3 kelas didasarkan kepada kepandaian dan kemampuan murid. Mereka yang mempunyai nilai yang baik dikelompokan menurut “ rangking” dan dimasukkan di kelas I atau kelas tertinggi, pada kelas ini diberikan mata pelajaran membaca,menulis, pelajaran agama, menyanyi dan berhitung. Pada kelas 2 yaitu sedang  diberikan pelajaran yang sama dengan kelas 1 tetapi tanpa berhitung, pada kelas 3 terendah, diberikan mata pelajaran ABC dan mengeja kata-kata. Peralihan kelas dan pmbedaannya tidak tegas dan jelas seperti dewasa ini tetapi tergantung kemajuan dan kemampuan murid secara perorangan.

2. Sekolah Latin

Sesuai dengan namanya, disamping  bahasa Belanda, maka bahasa Latin merupakan mata pelajaran utama. Jam pelajaran diberikan tiap hari antara jam 6.30 – 8.00 dan 9-11, dan juga pada siang hari jam 2-4 kecuali hari rabu dan sabtu siang diberikan pelajaran agama. Diantara murid-muridnya mereka diharuskan berbicara bahasa Latin  satu sama lain.

3. Seminarium Theologicum

Syarat penerimaan ialah anak-anak yang berusia antara 8-12 tahun dan diasramakan. Jam pelajaran diberiakan pagi hari jam 6.30-11 dan siang hari jam 3-5 sore, sekolah ini dibagi menjadi 4 kelas.
Pada kelas 1 diberikan mata pelajaran membaca,  dan menulis bahasa Melayu, Belanda, Portugis dan dasar-dasar agama Kristen pada kelas 2 ditambah bahasa Latin, dan di kelas 3 ditambahkan bahasa Yunani, dan Yahudi, Filsafat, Sejarah, Ilmi kepurbakalaan, dan lain-lain, dan pada kelas 4 diperdalam oleh rektornya(kepala Sekolahnya)sendiri.

4. Akademi Pelayaran

Sebagai syarat penerimaan adalah seseorang yang berumur 12-14 tahundan beragama Kristen Prostestan. Dalam seminggu ada 4 hari yang harus dipelajari dimulai dari pada jam 7-8 dengan mata pelajaran matematika dan berhitung, jam 8-9 bahasa Latin dan bahasa timur(Melayu, Malabar, dan Persia), jam 9-11 navigasi dan menulis, jam 11-12 menggambar, jam 2-3 menulis, berhitung dan matematika, jam 3-5 navigasi. Hari rabu dan sabtu dipergunakan untuk menerima pelajaran agama, naik kuda, anggar dan dansa. Lama pelajaran adalah enam tahun, selama masih dalam pendidikan para taruna tidak diperbolehkan menggunakan bahasa Melayu.

5. Sekolah Cina

VOC tidak banyak ikut campur dalam urusan kurikulum dalam sekolah yang diselenggarakan oleh pihak swasta dari kalangan masyarakat Cina sendiri. Bahkan mengenai kegiatan keagamaan orang-orang Cina, VOC sama sekali tidak ikut campur tangan.

C. Pengaruh Pendidikan Bangsa Barat di Indonesia
1. Pengaruh Pendidikan Portugis dan Spanyol di Indonesia
Pada penjelasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa pendidikan yang bawa bangsa Portugis ke Indonesia adalah pola pendidikan agama Katolik. Oleh karena itu kekuasaan kolonial bangsa Portugis hanya terpusat di Indonesia timur, maka hanya wilayah inilah pengaruh pendidikan Portugis berkembang pesat. Di daerah inilah sebenarnya agama katoli yang dibawa oleh para misionaris Portugis terus bertahan. Sekolah dan Gereja di daerah itu terus berkembang pesat bahkan wilayah Ibdonesia Timur menjadi pusat agama katolik paling besar di Indonesia sampai saat ini. Sebagai bukti pada tahun 1606 tercatat jumlah orang Katolik diwilayah itu mencapai sekitar 50.000 orang(Verhaak, 1987:46).

2. Pengaruh Pendidikan VOC di Indonesia

Berbicara mengenai pengaruh pendidikan VOC di Indonesia tidak dapat terpisahkan dari adanya keinginan VOC untuk mengganti pola pendidikan agama Katolik yang disebarkan oleh bangsa Portugis dengan pola Kristen Protestan. Oleh sebab itu pola pendidikan VOC adalah banyak munculnya sekolah Kristen Protestan. Sebagai bukti VOC membangun sekolah-sekolah di Ternate, Tidore, Maluku, yang dulunya menjadi Pusat pendidikan bangsa Portugis  yang berlandaskan pada agama katolik di ganti oleh sekolah Kristen(I. Djumhur,1976: 50)


http://ainiuzu.blogspot.com/2012/11/pengaruh-portugis-di-indonesia.html
                                                                       
BAB III
KESIMPULAN
Pelaksanaan pendidikan bangsa Portugis di Indonesia tidak di dapat dilepaskan keinginan bangsa Portugis untuk menyebarkan agama Katolik. Oleh sebab itu para misionaris memiliki peran yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Dalam melaksanakan pendidikan para misionaris mendirikan seminari sebagai tempat berlangsungnya pendidikan bagi masyarakat pribumi di Indonesia bahkan sampai saat ini seminari masih tetap berlangsung.
Berbeda dengan sistem pendidikan Portugis, sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh VOC adalah untuk menghilangkan pengaruh pendidikan yang dilaksanakan oleh bangsa portugis.



DAFTAR PUSTAKA
I.Djumhur, 1976. Sejarah Pendidikan. Bandung. Penerbit: CV Ilmu
Soegarda Poerbakawatja. Pendidikan dalam Alam Indonesia. Jakarta. Penebit PT Gunung agung.
Sumarsono Mestoko. 1986. Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman, Jakarta, Balai Pustaka
Verhaak, 1987. Sejarah Perkembangan Iman dari Awal Sampai Dengan Masa Kini dan Sejarah Perkembangan Iman di Indonesia. Yogyakarta. Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik” PRADNYAWIDYA


0 comments:

Post a Comment