Lazada Indonesia

Friday, April 15, 2016

POLA PENDIDIKAN YANG DITERAPKAN DI NEGARA TIMOR LESTE

POLA PENDIDIKAN YANG DITERAPKAN DI NEGARA
TIMOR LESTE
A.Pengertian
Pendidikan adalah salah satu hak yang harus diperoleh setiap warga negara. Supaya semua warga negara bisa memperolehnya maka pemerintah atau negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan mekanisme dan sistem yang baik kepada semua warga negaranya untuk bisa mengakses dunia pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai pada Perguruan Tinggi.
B.pendidikan di negara timor leste
Untuk Timor Leste, masalah pendidikan, sudah tertera secara jelas dalam Konstitusi RDTL Pasal 59 ayat 3 bahwa “Negara akan mengakui dan mengawasi pendidikan swasta dan pendidikan bersama”. Kemudian, Pendidikan Nasional juga secara jelas tertuang dalam buku Rencana Pembangunan Nasional (RPN) bahwa pada tahun 2020 nanti, diharapkan rakyat Timor Leste berpendidikan cukup, sehat, produktif, demokratis dan mandiri, meningkatkan nilai-nilai nasionalisme, non diskriminasi dan persamaan dalam konteks global.
Kalau dicermati secara mendalam maka apa yang termaktup dalam Konstitusi dan RPN tentang pendidikan nasional mempunyai makna yang sangat positif bagi proses pembangunan dunia pendidikan kita berdasarkan nilai-nilai Universal yang ingin dicapai. Secara jelas dalam Konstitusi dan RPN telah menyebut orientasi serta keberlanjutan setiap bentuk pendidikan baik itu dikelolah secara swasta dan bersama (negeri) oleh pemerintah pada posisi dan proporsi yang sama dimata negara. Konstitusi menjamin keberadaan pendidikan berbentuk swasta maupun pendidikan bersama (pendidikan negeri), ini menunjukan bahwa apa saja bentuk pendidikan baik suasta maupun negeri mulai dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar sampai pada Perguruan Tinggi tetap menjadi kebanggaan negara. Sebaliknya untuk mendorong proses tersebut secara otomatis pemerintah atau negara bertanggungjawab untuk mengarahkan orientasi atau Visi dan Misi pendidikan berdasarkan pada nilai-nilai budaya masyarakat yang mendiami wilayah atau bangsa ini secara beradab.
Pada masa pendudukan Indonesia, Timor Leste hanya memiliki satu Universitas (UNTIM), dan empat sekolah tinggi (IPI, IKIP, PGSD, & ISEG) serta satu politeknik negeri. Namun setelah merdeka, wajah dunia pendidikan Timor Lorosae, terutama perguruan tinggi, mengalami perubahan yang luar biasa dengan bermunculannya Universitas/perguruan tinggi, baik di Dili maupun di beberapa distrik. Banyak orang mempertanyakan memjamurnya Perguruan Tinggi di Timor Lorosae. Ada yang mendukung, ada pula yang mengkritik. Secara sepintas bisa mengatakan dengan menjamurnya Perguruan Tinggi di Timor Lorosae adalah hal yang baik karena bisa menampung semua anak-anak yang baru menyelesaikan studinya pada Sekolah Menengah Umum (SMU), yang tahun lalu menjadi persoalan. Tetapi menjamurnya Perguruan Tinggi di Timor Lorosae juga banyak orang yang mempertanyakan sebab berdirinya universitas-universitas dan sekolah tinggi itu seolah-olah hanya sekedar menyelesaikan persoalan sementara waktu dan untuk menciptakan lapangan kerja untuk pribadi-pribadi masing-masing.
Dikatakan hanya untuk menyelesaikan persoalan untuk sementara waktu, yang sebenarnya malah menciptakan masalah yang lebih besar di masa yang akan datang kalau perguruan tinggi yang ada, tidak mampu menciptakan manusia-manusia yang berkualitas untuk membangun dirinya sendiri maupun untuk membangun bangsa ini ke depan. Hal ini adalah kekuatiran yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Sebab harapan kita, Perguruan Tinggi bisa menciptakan manusia-manusia yang berkualitas untuk membangun bangsa ini ke depan. Artinya setelah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi dan kembali ke masyarakat, harus mampu menciptakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakatnya. Tetapi kalau tidak didukung dengan kualitas pendidikan yang baik pada suatu Perguruan Tinggi maka hanya sekedar menciptakan manusia-manusia pekerja atau bermental pegawai negeri yang hanya ingin menjadi pegawai negeri. Akhirnya menjadi persoalan, jika pemerintah tidak menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk orang-orang itu. Hal ini kemungkinan besar bisa terjadi di masa yang akan datang kalau tidak diperhatikan oleh pemerintah untuk membuat suatu kebijakan yang jelas untuk mengatur dan mendukung perguruan tinggi yang ada secara baik . Sebab kondisi beberapa perguruan tinggi yang ada sekarang sangat tidak mendukun masalah pembentukan kualitas sumberda manusia yang baik untuk masa yang akan datang, baik itu sarana dan prasarana yang dimiliki perguruan tinggi, maupun tenaga pengajar yang ada.
Kenyataan yang terjadi sekarang bahwa dengan kebebasan yang ada sekarang, ditafsirkan secara sempit oleh banyak orang untuk mendirikan sekolah dan perguruan tinggi seolah-olah hanya sekedar untuk mendapatkan lapangan kerja. Sehingga mendirikan banyak sekolah dan Perguruan tinggi tanpa diimbangi mutu dan sumber daya manusia yang memadai. Pada hal maju dan tidaknya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas dan sistem pendidikan yang baik dalam negaranya itu sendiri. Semua ini kembali kepada pemerintah untuk mengedepankan amanat yang sudah tertuang dalam Konstitusi dan buku Perencanaan Pembangunan Nasional yang ada.
Persoalannya adalah siapa yang akan menjamin perguruan tinggi yang hadir bagaikan jamur tumbuh di musim hujan bisa memberikan mutuh pendidikan yang baik dan berkualitas kepada para anak bangsa kita? Alasan mendasar semua itu terjadi karena saat ini pemerintah relatif tidak memiliki kebijakan yang jelas tentang soal pendidikan Nasional Timor Leste terutama orientasi dari Visi dan Misinya seperti apa; Dan kualifikasi sebagian dosen yang berkarya saat ini belum memiliki pengalaman yang baik untuk ukuran pendidikan level Universitas, karena standar normatif bagi seorang dosen minimal sarjana strata dua dari perguruan tinggi yang terakreditasi.
Satu hal yang seharusnya dilakukan pemerintah sejak awal adalah, mengontrol berdirinya perguruan tinggi dengan satu peraturan yang bersifat temporary kemudian menunggu UU organik Pendidikan Nasional. Sekarang siapa yang bertanggung-jawab jika pemerintah benar-benar menutup sebagian dari perguruan tinggi swasta yang ada sekarang dan, bagaimana nasib mahasiswa-mahasiswa yang sudah kuliah beberapa semester pada perguruan tersebut?
Pernyataan pemerintah melalui pejabat Departemen Pendidikan bahwa keberadaan perguruan tinggi swasta secara hukum tidak diakui menurut kami, sepertinya terlalu tendensius jika dilihat dari sisi lain, karena akan menciptakan persoalan baru, karena ujung-ujungnya orang tua mahasiswa dan mahasiswa sendiri yang akan menjadi korban. Sebaliknya juga dengan keputusan tersebut, ada nilai positifnya kalau kita menginginkan mutuh pendidikan yang baik. Misalnya, pernyataan yang disampaikan Sekretaris do Estadu da Edukasaun, Kultura, Joventude no Desporto (Stl, 21 Juli 2003), bahwa secara legalitas pemerintah tidak mengakui Perguruan Tinggi Swasta yang hadir selama ini. Menurutnya, layak atau tidak (masalah kualitas sebagai kriteria dasar) suatu Universitas akan ditentukan oleh UU organik setelah diadakan kongres pada tahun ini. Jikalau suatu universitas tidak memenuhi kriteria yang akan termaktup UU nanti, secara otomatis akan ditutup. Pernyataan demikian, memang ada nilai positifnya tetapi juga ada nilai negatifnya. Positif karena ada perencanaan dari pemerintah untuk meremodelisasi beberapa Universitas/perguruan tinggi yang tidak memiliki akreditasi beroperasi. Tapi dari sisi lain pemerintah akan lemah menerapkan kebijakannya, sebab sejak awal didirikannya Universitas-universitas itu, tidak ada regulasi atau aturan untuk mengatur layak atau tidak suatu perguruan tinggi dibuka.
Untuk sementara ini mungkin pemerintah baru mulai mengimplementasikan orientasi dan arah Pendidikan Nasional berdasarkan isi buku Perencanaan Pembangunan Nasional. Seharusnya, semua rencana kegiatan sejak keluarnya RPN, pemerintah yang memiliki wewenang, menyesuaikan setiap kebijakannya, dengan maksud bisa tercipta keseimbangan dalam proses pembangunan. Kenyatannya, setelah terbitnya buku RPN hingga saat ini, pemerintah baru mau melakukan pengodokan UU Pendidikan Nasional yang mana memiliki konsekwensi yang besar terutama proses keberlanjutan dari manfaat pendidikan itu sendiri, padahal dalam RPN telah tercantum secara jelas Visi, Misi serta orientasi pendidikan itu sendiri. Keterlambatan ini telah menyebabkan pemerintah mengalami beberapa persoalan yang rumit, belum termasuk sektor pendidikan yang meliputi perguruan tinggi dan sekolah Dasar, SLTP hingga SLTA. Kemungkinan pertimbangan di atas, yang membuat pemerintah mengeluarkan keputusan pada tahun lalu untuk mengurangi anggaran bagi perguruan tinggi. Keputusan demikian, mengindikasikan bahwa pemerintah masih mempelajari kebijakan Pendidikan Nasional melalui RUU yang sedang digodok guna menentukan kebijakan dan arah bagi Pendidikan Nasional Timor Leste, yang berlandaskan pada budaya bangsa, dan bisa mewakili nilai-nilai universal yang di akui secara Internasional.
Proses yang sedang direncanakan secara langsung berkaitan dengan mutu dan kwalitas pendidikan tinggi baik swasta maupun negeri, klasifikasi standarisasi untuk setiap perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi mutu pendidikan berkualitas. Tanpa itu mustahil, target yang akan dicapai dapat diraih, sehingga dibutuhkan standar-standar dan kualifikasi tertentu untuk mengimbangi tujuan-tujuan dasar yang telah di targetkan pemerintah bagi keberlangsungan Pendidikan di negara ini. Kerjasama antara perguruan tinggi dan pemerintah mutlak diperlukan untuk menghindari kekurangan dalam hal materi dan fasilitas seperti sarana dan prasarana. Tanpa dukungan maksimal pemerintah kepada Perguruan Tinggi, maka sarjana-sarjana yang akan dicetak, secara otomatis akan miskin pengetahuan, terutama kebutuhan yang tak bisa disediakan oleh Perguruan Tinggi.
Dalam beberapa wawancara yang dilakukan media massa dengan para rektor dan dosen pada beberapa perguruan tinggi secara jelas, mereka menyampaikan kekurangan utama yang dihadapi institusinya, seperti kekurangan Laboratorium, perpustakaan serta kapasitas para pengajar. Untuk menentukan kapasitas serta standar seorang dosen atau rektor, secara otomatis pemerintah bertanggung jawab untuk mengeluarkan suatu peraturan guna memberi kriteria dan standar bagi seorang pengajar, mungkin kebijakan ini berlaku untuk semua tingkatan sekolah yang ada. Kemudian di perlukan pula aturan dalam mengklasifikasi setiap mata kuliah, serta aturan khusus untuk melihat dan menilai setiap Ijasah pengajar. Apakah Ijasah yang bersangkutan terakreditasi atau tidak, ini di perlukan untuk menghindari adanya Ijasah “Aspal”. Dan klasifikasi mata kuliah di perlukan untuk menghindari mata kuliah yang tidak di butuhkan di Timor Leste jika kita berbicara soal sumber daya manusia siap pakai. 

2 comments: