Makalah Pendidikan di Indonesia Pada Masa Penjajahan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan ekonomi yang pesat di Eropa menyebabkan banyaknya bangsa barat
melakukan ekspansi ke seluruh dunia. Bangsa Eropa menyebutnya zaman itu sebagai
The Age of Reconnaissance atau zaman Ekploitasi dan penjelajahan awal, dengan
adanya perkembangan ekonomi yang pesat memicu bangsa Eropa melakukan ekspansi
dengan tujuan mencari daerah jajahan dan mencari pusat penghasil bahan mentah
untuk industri di Eropa. Karena berkembangnya perdagangan maka pada awal abad
ke-16 datanglah bangsa Eropa ke Indonesia, yang pertama adalah bangsa Portugis,
yang kemudian disusul bangsa Spanyol, mereka datang ke Indonesia selain untuk
berdagang dan juga untuk mengembangkan agama Nasrani (Agama Katolik). Kecuali
Maluku sedikit sekali pengaruh dari kebudayaan mereka. Hal itu tidak
mengherankan, karena ketika bangsa Portugis datang ke Malaka dan Indonesia,
mereka menemui alat-alat kebudayaan yang tidak kalah oleh milik kebudayaan
bangsa barat. Pengaruh barat pada masa itu hanya bagaikan kulit, sedangkan
isinya tetap Indonsia asli (I. Jumhur:1976:114).
Akhirnya kekuasaan bangsa Portugis dan Spanyol lenyap dari Maluku.
Perdagangan rempah-rempah tidak lagi menguntungkan bagi bangsa Eropa malahan
merugi. Zaman pengaruh Portugis-Spanyol berlangsung kurang lebih satu abad
lamanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pelaksanaan
pendidikan Portugis-Spanyol di Indonesia?
2. Bagaimana proses pelaksanaan
pendidikan VOC di Indonesia?
3. Apa pengaruh pendidikan bangsa barat
terhadap masyarakat Pribumi di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan
masa bangsa Portugis dan Spanyol
Setelah menguasai malaka pada permulaan abad ke -16, orang-orang Portugis
bergerak mencari daerah sumber rempah-rempah di Indonesia bagian timur. Mereka
menguasai pulau Ternate, Tidore, Ambon dan Bacan. Dalam gerakan selalu di ikuti
oleh missinaries Roma Khatolik. Segera sesudah menduduki daerah atau pulau maka
langkah pertama yang dikerjakan adalah menjadikan penduduk setempat penganut
agama roma katolik. Tugas ini dilakukan oleh padri-padri dari “ordo Fransiskan”
sesudah masyarakat pribumi dibaptis langkah berikutnya adalah memberikan
pendidikan kepada mereka agar agama baru yang telah dipeluk dapat
diresapi dan didalami. Peranan para missionaris dari “ordo franciskan” kemudian
terdesak oleh kaum “Yezuit”(salah satu ordo padri Katolik) dibawah pimpinan
Fransiskus Xaverius(1506-1552)yang kemudian menjadi peletak dasar dari Katolik
se Indonesia.
Pada tahun 1536 penguasa Portugis di Maluku bernama Antonio Galvano, mendirikan
sekolah seminari untuk anak-anak dari pemuka Bumiputera. Selain pelajaran agama
juga diajarkan membaca, menulis dan berhitung. Apakah bahasa pengantar
pada sekolah tersebut digunakan bahasa Portugis atau bahasa daerah tidak dapat
diketahui secara jelas. Sekolah semacam ini didirikan di pulau Solor jumlah
muridnya mencapai 50 siswa, diketahui bahwa bahasa latin diajarkan pada Bumi
Putera ternyata dapat mengikuti pelajaran dan ingin melanjutkan dan meneruskan
studi ke Goa, yang menjadi kekuatan Portugis di Asia. Fransiskus Xaverius pada
tahun 1547 pergi ke Goa dari Ternate dengan membina pemuda-pemuda Maluku untuk
melanjutkan pendidikan ke Goa (Soemarsono Mestoko,dkk:1986:71).
Penyebaran agama Katolik di daerah Maluku demikian pula penyelenggaraan
pendidikan tidak banyak mengalami perubahan atau kemajuan yang berarti karena
selain hubungan bangsa Portugis dengan Sulatan Ternate kurang baik, mereka
harus berperang melawan bangsa Spanyol kemudian Inggris.
Akhirnya Belandalah yang dapat menghalau bangsa
Portugis dari Indonesia Timur dan kemudian mengambil alih segala Harta banda
termasuk milik Gereja Katolik beserta lembaga pendidikannya. Tetapi sebagian
penduduk masih setia terhadap katolik roma hingga Sekarang(Sumarsono
Mestoko, dkk:1986:72).
B. Jaman ‘
Vereenigde Oost- Indishe Compagnie(VOC)
1. Tujuan dan Landasan Idiil
VOC adalah perusahaan dagang milik pemerintahan
Belanda, wajar organisasi tersebut mempunyai tujuan komersial, dengan mencari
keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan Belanda pada umumnya dan pemegang
saham Khusus, pada abad ke 17 dan 18 di negeri Belanda segala kegiatan yang
menyangkut bidang pendidikan dan pengajaran dilaksanakan oleh lembaga
keagamaan. Pemerintahan tidak ikut campur tangan secara langsung dalam
penyelenggaraan, sehingga Gereja mempunyai kebebasan yang besar dalam
pendidikan. Berbeda dengan di negeri Belanda, di Indonesia pada waktu itu VOC
sama sekali tidak menghendaki bahwa lembaga keagamaan mempunyai wewenang dalam
mengatur masyarakat di daerah yang mereka kuasai. Kegiatan gereja merupakan
sebagian dari aktivitas komersialnya, oleh karena itu penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran walaupun masih tetap dilakukan oleh kalangan agama,
tetapi mereka adalah pegawai VOC(Sumarsono Mestoko, dkk:1986:77).
Orang-orang Belanda beserta keluarganya memerlukan pendidikan dan latihan yang
baik mengenai pengetahuan umum dan pengetahuan khusus tentang Indonesia. Di
samping itu VOC memerlukan juga tenaga untuk membantu dari penduduk Pribumi.
Kepada merekalah perlu diberikan pendidikan sekedar untuk dapat menjalankan
tugasnya, karena yang memberikan pelajaran dan pendidikan adalah orang-orang
dari kalangan Gereja maka tidak heran bahwa dasar dari pendidikan VOC adalah
agama Nasrani (Protestan). Hal ini antara lain dapat dilihat pada waktu VOC
merebut Maluku dari tangan bangsa Portugis. Sekolah dan Gereja Roma Katolik
ditutup dan padri atau missionaris diusir, sebagai gantinya dibukanya sekolah
dan gereja Kristen Protestan. Bahkan seorang “Wali Laut” (Zeevoogd)VOC bernama
Cornelis Matelief pada tahun 1607 berusaha keras untuk menjadikan Ambon sebagai
koloni Belanda sepenuhnya dengan menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa
sehari-hari, tetapi usahanya tidak berhasil sesuai dengan harapan.
2. Jangkauan Wilayah Pendidikan VOC
Pada waktu VOC datang di Indonesia, mereka
langsung menuju ke daerah yang menjadi sumber kekayaan bagi pasaran dunia yaitu
kepulauan Maluku. Dua kesultanan yang berada di wilayah ini yaitu Ternate dan
Tidore saling bermusuhan dan diperalat oeh bangsa Portugis dan Spanyol, baru
pada permulaan abad ke -17 Raja Ternate menganggap VOC sebagai kawan dan
memperbolehkan mendirikan benteng di pulau Ambon.
Setelah orang portugis yang menetap dan sangat
berpengaruh di wilayah itu diusir oleh VOC, maka VOC mulai berkuasa mutlak dan
mulai mengatur perdagangan dan kehidupan masyarakat. Sejak tahun 1605 VOC
meluaskan daerah pengaruhnya ke arah utara dari kedudukannya di pulau Ambon
sampai ke wilayah Sulawesi Utara dan kepuluan Sangir Talaud. Dalam bidang
pendidikan VOC selain mengambil alih bekas lembaga-lembaga pendidikan Portugis
juga mendirikan sekolah baru sesuai dengan pola Portugis yang dalam
penguasaannya suatu wilayah berusaha mengkristenkan penduduknya maka VOC
meneruskan pula “policy”tersebut bedanya bangsa Portugis menyebarkan agama Roma
Katolik sedangkan bangsa Belanda yang menyebarkan agama Kristen Protestan. Atas
pola tersebut menurut laporan tahun 1695 mengenai guru, sekolah dan murid di
luar pulau Ambon keadaan sebagai berikut:
No lokasi
|
Guru
|
Sekolah
|
Murid
|
Ternate
|
5
|
2
|
54
|
Makyan
|
1
|
1
|
12
|
Batsyan
|
1
|
1
|
12
|
Celebes
|
7
|
6
|
220
|
Tagulanda
|
3
|
2
|
148
|
Sjauw
|
4
|
4
|
263
|
Sangir
|
12
|
11
|
319
|
Pulau Cibruwang (kaburuang=
Kaburuan)di kep talaud
|
1
|
2
|
29
|
Jumlah di 8 pulau
|
34
|
29
|
1057
|
Sumber: Dr.I.J.Brugmans, Geschienedenisvan het onderwijs in Nederlands
indie
|
Tabel : Jumlah Guru, Murid, dan Sekolah
Di pulau Ambon sekitar tahun 1645 terdapat 33 sekolah dan 1300 murid dan pada
tahun 1708 jumlah muridnya meningkat mnjadi 3966 jiwa.
Pada abad ke
18 VOC meluaskan jangkauan wilayah pendidikannya ke arah selatan sejalan dengan
perluasan daerh pengaruhnya, namun demikian mereka membatasi diri pada bekas
daerah kekuasan bangsa Portugis dan Spanyol yang telah mulai dengan kegiatan
pendidikan. Daerah VOC meluas ke pulau Timor(1701), Sawu(1756), Kei(1632),
Kepuluan Aru(1710), pulau Kisar, Wettar dan Letti(1700). (Sumarsono
Mestoko, dkk:1986:79)
Berbeda dengan Kepuluan Maluku dan Nusa Tenggara
Timur, di Sumatra, Jawa dan Sulawesi Selatan, VOC tidak mengadakan Kontak
Langsung dengan penduduk tetapi melalui Sultan, Raja atau Penguasa daerah.
Dengan demikian di wilayah tersebut tidak terdapat sistem pendidikan VOC,
kecuali di tempat kedudukan, di kota pelabuahan atau benteng yang dijadikan
basis. Penyelenggaraannya juga khusus orang-orang VOC dan pegawainya. Selain
itu pengaruh Portugis dan Spanyol tidak pernah masuk di tiga wilayah tersebut
sehingga agama Roma Katolik tidak terdapat di kalangan penduduk asli. Sekolah
yang pertama didirikan di Jakarta (Batavia) pada tahun 1617, tahun 1636 sudah
menjadi 3 sekolah dan diperluas terus sehingga pada tahun 1779 jumlah murid di
luar kepulauan Maluku sebagai berikut:
§ Jakarta
(batavia)
=> 639 murid
§ Pantai Utara Pulau Jawa =>327 murid
§ Ujung
Pandang
=> 50 murid
§
Timor
=> 593 murid
§ Pantai
Sumatra
=> 37 murid
§
Cirebon
=> 6 murid
§
Banten
=> 5 murid
3. Sistem dan Jenis Persekolahan
a. Pendidikan
Dasar
Seperti yang telah dikemukakan diatas maka
sistem persekolahan di wilayah VOC didasarkan dan dilakukan orang-orang dari
kalangan agama. Dengan sendirinya sekolah mempunyai ciri dan corak agama
(kristen), sekolah pertama didirikan di jakarta pada tahun 1617 menjelma
menjadi sekolah Betawi (Batavische School) di tahun 1622 dengan 92 murid pria
dan 45 wanita, dan pada tahun 1630 berdiri pula sekolah warga negara(Burger
School). Sekolah tersebut bersifat pendidikan dasar dengan tujuan untuk
mendidik budi pekerti, demikian pula dengan sekolah-sekolah yang ada di wilayah
VOC di Indonesia bagian timur bersifat pendidikan dasar dan bercorak agama.
b. Sekolah Latin
Pada abad ke 17 Bahasa Latin merupakan bahasa
ilimiah bagi orang Eropa, oleh karena itu timbul gagasan untuk mendirikan
sekolah Latin di Jakarta. Sistem persekolahan dimulai dengan cara menumpang
tempat tinggal(in de kost) di rumah seorang pendeta.
Dengan pemberian sejumlah biaya menumpang 12
murid keturunan Belanda dan Indo, pada tahun 1642 mulai diajar bahasa Latin.
Jenis sekolah ini hanya berkembang sebentar, tetapi di tahun 1651 sudah mulai
menyusut sehingga akhirnya ditutup pada tahun 1656. Pada tahun 1666
sekolah latin dibuka kembali tetapi hanya mampu bertahan selama empat tahun,
sehingga akhirnya sekolah latin ditutup kembali.
c. Seminarium Theologicum
Pada suatu saat pemerintahan VOC menganggap perlu
membuka seminarium untuk mendidik calon pendeta. Jabatan ini dirasakan penting
karena berfungsi ganda yaitu sebagai ulama dan sebagai guru. Seminarium
tersebut ciptaan Gubernur Jendral Van Imhoff didirikan pada tahun1745 di
Jakarta. Murid-muridnya diasramakan dan diajar selama lima setengah jam sehari.
Sehari berjalan sepuluh tahun jenis sekolah terpaksa ditutup karena
lulusannya terlampau sedikit.
d. Akademi Pelayaran (Academic der marine)
Van Imhoff juga mendirikan akademi
pelayaran dengan meksud melatih dan mendidik calon perwira pelayaran. Lembaga
ini didirikan pada tahun 1743 mengalami juga nasib yang sama dengan seminari
ciptaan Van Imhoff. Penggantinya Gubernur Jendral Mossel, akademi tersebut
ditutup pada tahun 1755 dengan alasan bahwa lulusannya sedikit sehingga biaya
operasionalnya menjadi mahal.
e. Sekolah Cina
Bagi penduduk Pribumi yang beragama islam,
pendidikan bukanlah merupakan masalah karena dimana-mana terdapat sekolah agama
yang disamping mengajarkan pelajaran agama juga memberikan ilmu lainnya.
Untuk pegawai VOC dan pribumi pemmeluk agama
kristen, pemerintahan kompeni telah mengaturnya, tinggal penduduk keturunan
Cina yang belum mendapat kesempatan untukk memperoleh pendidikan. Hal ini
menjadikn pemikiirran dari penguasa kompeni sehingga akhirnya di tahun 1737
didirikan sekolah untuk anak-anak cina yang miskin. Sekolah ini tidak berfungsi
lagi akibat dari peristiwa 1740 (de Chinezenmoord =pembunuhan cina). Pada tahun
1753 dan 1787 sekolah macam ini didirikan lagi atas biaya masyarakat cina
sendiri. Sebenarnya VOC sebenarnya tidak langsung menangani pendidikan golongan
keturunan Cina, tetapi diserahkan kepada masyarakat cina sendiri melalui
lembaga Swasta.
Pendidikan dan pengajaran menurut ukuran standar
umum masih berlaku, sebenarnya tidak terpikir oleh penguasa VOC. Baru pada
akhir abad ke 18 setelah keadan komersial dan finansial perusahaan menurun,
tokoh-tokoh kompeni mulai memperhatikan bidang pendidikan di daerah
kekuasaannya.
4. Fasilitas Fisik, Personil dan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap
Pendidikan
a. Sarana Fisik
Sangat sulit untuk memperoleh jumlah yang tepat
mengenai sarana fisik pendidikan pada masa VOC. Informasi yang didapat
dikumpulkan datang dari berbagai sumber dan tidak mencakup Informasi khusus
mengenai pendidikan yang meliputi suatu tempat dan waktu yang sama.
Dari angka-angka yang pernah dikemukakan dalam
halaman sebelumnya, maka terdapat 4 pengelompokan:
1. Di P.Ambon dan sekitarnya, tahun 1645
terdapat 33 sekolah dengan jumlah muridnya mencapai 1300 orang, dan pada tahun
1708 meningkat menjadi 3966 orang. Apakah jumlah sekolah itu juga meningkat
tidak dapat dinyatakan disini?
2. Di kepulauan Sangir talaud, Sulawesi
Utara dan Maluku Utara pada tahun 1695 terdapat 29 sekolah dengan jumlah
guru ada 34 guru dan 1057 murid.
3. Di kepulauan Maluku Selatan dan
daerah sekitar Pulau timur sekitar tahun 1756 terdapat 9 sekolah dan data
mengenai jumlah murid hanya dapat ditemukan di sekolah-sekolah di P.timor dengan
jumlah 593 murid pada tahun 1779.
4. Selain sekolah-sekolah yang
diselenggarakan oleh kompeni (VOC), pada tahun 1779 terdapat 9 sekolah swasta
untuk golongan elite VOC dan juga untuk golongan yang bercampur-baur antara
anak Belanda, Cina, dan Bumiputera. Seperti pernah dikemukakan maka jumlah pada
tahun 1779 yang ada diluar ketiga kelompok daerah antara lain:
Jakarta
(Batavia)
=>639 murid
Pantai Utara Pulau Jawa =>327 murid
Ujung
Pandang
=> 50 murid
Timor
=> 593 murid
Pantai Sumatra
=>
37 murid
Cirebon
=> 6 murid
Banten
=> 5 murid
b. Personil
Sejalan dengan kebijakan umum VOC, maka
guru-guru untuk sekolah di wilayah kekuasaannya, pada umumnya merangkap sebagai
guru agama Kristen. Guru sebelumn melakukan tugasnya harus mempunyai
lisensi yang diterbitkan oleh kompeni. Tetapi ujiannya diselenggarakan
oleh Gereja Reformasi dan dengan demikian menunjukkan bahwa calon guru
adalah warga dari Gereja tersebut.
VOC mengadakan pembatasan yang tegas antara
penduduk Bumiputera dengan golongan “merdelka” yaitu orang-orang keturunan
campuran dan orang asia lainnya dengan pegawai Kompeni dan orang asing.
Disamping itu guru Eropa terdapat pula guru Bumiputera untuk mengajar anak
Bumiputera kristan adan anak-anak budak belian dalam bahasa Melayu atau
Portugis. Pada tahun 1706 di Betawi trdapat 36 orang guru Bumiputera.
Walaupun pendidikan berwatak dan bercorak agama,
namun guru-guru adalah pegawai VOC dan diberi pangkat “komersil” seperti
pegawai VOC lainnya. Di Betawi pada tahun 1753 gaji mereka adalah berkisar
f.7-f.10(tujuh sampai sepuluh gulden), suatu jumlah yang jauh dibawah
rekan-rekannya dari Eropa yang menerima f.15-f.24. pada waktu itu disamping
uang masih umum diberikan gaji seperti padi, beras, pala, kayu manis.
c. Kurikulum
1. Pendidikan Dasar
Sangat menarik bahwa peraturan sekolah (School
Verordening) tahun 1778 terdapat peraturan mngenai sistem klasifikasi.
Pembagian menjadi 3 kelas didasarkan kepada kepandaian dan kemampuan murid.
Mereka yang mempunyai nilai yang baik dikelompokan menurut “ rangking” dan
dimasukkan di kelas I atau kelas tertinggi, pada kelas ini diberikan mata
pelajaran membaca,menulis, pelajaran agama, menyanyi dan berhitung. Pada kelas
2 yaitu sedang diberikan pelajaran yang sama dengan kelas 1 tetapi tanpa
berhitung, pada kelas 3 terendah, diberikan mata pelajaran ABC dan mengeja
kata-kata. Peralihan kelas dan pmbedaannya tidak tegas dan jelas seperti dewasa
ini tetapi tergantung kemajuan dan kemampuan murid secara perorangan.
2. Sekolah Latin
Sesuai dengan namanya, disamping bahasa
Belanda, maka bahasa Latin merupakan mata pelajaran utama. Jam pelajaran
diberikan tiap hari antara jam 6.30 – 8.00 dan 9-11, dan juga pada siang hari
jam 2-4 kecuali hari rabu dan sabtu siang diberikan pelajaran agama. Diantara
murid-muridnya mereka diharuskan berbicara bahasa Latin satu sama lain.
3. Seminarium Theologicum
Syarat penerimaan ialah anak-anak yang berusia
antara 8-12 tahun dan diasramakan. Jam pelajaran diberiakan pagi hari jam
6.30-11 dan siang hari jam 3-5 sore, sekolah ini dibagi menjadi 4 kelas.
Pada kelas 1 diberikan mata pelajaran
membaca, dan menulis bahasa Melayu, Belanda, Portugis dan dasar-dasar
agama Kristen pada kelas 2 ditambah bahasa Latin, dan di kelas 3 ditambahkan
bahasa Yunani, dan Yahudi, Filsafat, Sejarah, Ilmi kepurbakalaan, dan
lain-lain, dan pada kelas 4 diperdalam oleh rektornya(kepala
Sekolahnya)sendiri.
4. Akademi Pelayaran
Sebagai syarat penerimaan adalah seseorang yang
berumur 12-14 tahundan beragama Kristen Prostestan. Dalam seminggu ada 4 hari
yang harus dipelajari dimulai dari pada jam 7-8 dengan mata pelajaran
matematika dan berhitung, jam 8-9 bahasa Latin dan bahasa timur(Melayu,
Malabar, dan Persia), jam 9-11 navigasi dan menulis, jam 11-12 menggambar, jam
2-3 menulis, berhitung dan matematika, jam 3-5 navigasi. Hari rabu dan sabtu
dipergunakan untuk menerima pelajaran agama, naik kuda, anggar dan dansa. Lama
pelajaran adalah enam tahun, selama masih dalam pendidikan para taruna tidak
diperbolehkan menggunakan bahasa Melayu.
5. Sekolah Cina
VOC tidak banyak ikut campur dalam urusan
kurikulum dalam sekolah yang diselenggarakan oleh pihak swasta dari kalangan
masyarakat Cina sendiri. Bahkan mengenai kegiatan keagamaan orang-orang Cina,
VOC sama sekali tidak ikut campur tangan.
C. Pengaruh Pendidikan Bangsa Barat di
Indonesia
1. Pengaruh Pendidikan Portugis dan Spanyol
di Indonesia
Pada penjelasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa
pendidikan yang bawa bangsa Portugis ke Indonesia adalah pola pendidikan agama
Katolik. Oleh karena itu kekuasaan kolonial bangsa Portugis hanya terpusat di
Indonesia timur, maka hanya wilayah inilah pengaruh pendidikan Portugis
berkembang pesat. Di daerah inilah sebenarnya agama katoli yang dibawa oleh
para misionaris Portugis terus bertahan. Sekolah dan Gereja di daerah itu terus
berkembang pesat bahkan wilayah Ibdonesia Timur menjadi pusat agama katolik
paling besar di Indonesia sampai saat ini. Sebagai bukti pada tahun 1606
tercatat jumlah orang Katolik diwilayah itu mencapai sekitar 50.000
orang(Verhaak, 1987:46).
2. Pengaruh Pendidikan VOC di Indonesia
Berbicara mengenai pengaruh pendidikan VOC di
Indonesia tidak dapat terpisahkan dari adanya keinginan VOC untuk mengganti
pola pendidikan agama Katolik yang disebarkan oleh bangsa Portugis dengan pola
Kristen Protestan. Oleh sebab itu pola pendidikan VOC adalah banyak munculnya
sekolah Kristen Protestan. Sebagai bukti VOC membangun sekolah-sekolah di
Ternate, Tidore, Maluku, yang dulunya menjadi Pusat pendidikan bangsa Portugis
yang berlandaskan pada agama katolik di ganti oleh sekolah Kristen(I.
Djumhur,1976: 50)
http://ainiuzu.blogspot.com/2012/11/pengaruh-portugis-di-indonesia.html
BAB III
KESIMPULAN
Pelaksanaan pendidikan bangsa Portugis di
Indonesia tidak di dapat dilepaskan keinginan bangsa Portugis untuk menyebarkan
agama Katolik. Oleh sebab itu para misionaris memiliki peran yang sangat besar
dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Dalam melaksanakan pendidikan para
misionaris mendirikan seminari sebagai tempat berlangsungnya pendidikan bagi
masyarakat pribumi di Indonesia bahkan sampai saat ini seminari masih tetap
berlangsung.
Berbeda dengan sistem pendidikan Portugis,
sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh VOC adalah untuk menghilangkan
pengaruh pendidikan yang dilaksanakan oleh bangsa portugis.
DAFTAR
PUSTAKA
I.Djumhur, 1976. Sejarah Pendidikan.
Bandung. Penerbit: CV Ilmu
Soegarda Poerbakawatja. Pendidikan dalam Alam
Indonesia. Jakarta. Penebit PT Gunung agung.
Sumarsono Mestoko. 1986. Pendidikan di
Indonesia dari Jaman ke Jaman, Jakarta, Balai Pustaka
Verhaak, 1987. Sejarah Perkembangan Iman
dari Awal Sampai Dengan Masa Kini dan Sejarah Perkembangan Iman di Indonesia.
Yogyakarta. Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik” PRADNYAWIDYA
0 comments:
Post a Comment