POLA PENDIDIKAN YANG DITERAPKAN DI
NEGARA
TIMOR LESTE
A.Pengertian
Pendidikan adalah
salah satu hak yang harus diperoleh setiap warga negara. Supaya semua warga
negara bisa memperolehnya maka pemerintah atau negara mempunyai kewajiban untuk
menciptakan mekanisme dan sistem yang baik kepada semua warga negaranya untuk
bisa mengakses dunia pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai pada
Perguruan Tinggi.
B.pendidikan di negara timor leste
Untuk Timor Leste,
masalah pendidikan, sudah tertera secara jelas dalam Konstitusi RDTL Pasal 59
ayat 3 bahwa “Negara akan mengakui dan mengawasi pendidikan swasta dan
pendidikan bersama”. Kemudian, Pendidikan Nasional juga secara jelas tertuang
dalam buku Rencana Pembangunan Nasional (RPN) bahwa pada tahun 2020 nanti,
diharapkan rakyat Timor Leste berpendidikan cukup, sehat, produktif, demokratis
dan mandiri, meningkatkan nilai-nilai nasionalisme, non diskriminasi dan
persamaan dalam konteks global.
Kalau dicermati
secara mendalam maka apa yang termaktup dalam Konstitusi dan RPN tentang
pendidikan nasional mempunyai makna yang sangat positif bagi proses pembangunan
dunia pendidikan kita berdasarkan nilai-nilai Universal yang ingin dicapai.
Secara jelas dalam Konstitusi dan RPN telah menyebut orientasi serta
keberlanjutan setiap bentuk pendidikan baik itu dikelolah secara swasta dan
bersama (negeri) oleh pemerintah pada posisi dan proporsi yang sama dimata
negara. Konstitusi menjamin keberadaan pendidikan berbentuk swasta maupun
pendidikan bersama (pendidikan negeri), ini menunjukan bahwa apa saja bentuk
pendidikan baik suasta maupun negeri mulai dari tingkat pendidikan Sekolah
Dasar sampai pada Perguruan Tinggi tetap menjadi kebanggaan negara. Sebaliknya
untuk mendorong proses tersebut secara otomatis pemerintah atau negara
bertanggungjawab untuk mengarahkan orientasi atau Visi dan Misi pendidikan
berdasarkan pada nilai-nilai budaya masyarakat yang mendiami wilayah atau
bangsa ini secara beradab.
Pada masa pendudukan
Indonesia, Timor Leste hanya memiliki satu Universitas (UNTIM), dan empat
sekolah tinggi (IPI, IKIP, PGSD, & ISEG) serta satu politeknik negeri.
Namun setelah merdeka, wajah dunia pendidikan Timor Lorosae, terutama perguruan
tinggi, mengalami perubahan yang luar biasa dengan bermunculannya
Universitas/perguruan tinggi, baik di Dili maupun di beberapa distrik. Banyak
orang mempertanyakan memjamurnya Perguruan Tinggi di Timor Lorosae. Ada yang
mendukung, ada pula yang mengkritik. Secara sepintas bisa mengatakan dengan
menjamurnya Perguruan Tinggi di Timor Lorosae adalah hal yang baik karena bisa
menampung semua anak-anak yang baru menyelesaikan studinya pada Sekolah
Menengah Umum (SMU), yang tahun lalu menjadi persoalan. Tetapi menjamurnya
Perguruan Tinggi di Timor Lorosae juga banyak orang yang mempertanyakan sebab
berdirinya universitas-universitas dan sekolah tinggi itu seolah-olah hanya
sekedar menyelesaikan persoalan sementara waktu dan untuk menciptakan lapangan
kerja untuk pribadi-pribadi masing-masing.
Dikatakan hanya untuk
menyelesaikan persoalan untuk sementara waktu, yang sebenarnya malah
menciptakan masalah yang lebih besar di masa yang akan datang kalau perguruan
tinggi yang ada, tidak mampu menciptakan manusia-manusia yang berkualitas untuk
membangun dirinya sendiri maupun untuk membangun bangsa ini ke depan. Hal ini
adalah kekuatiran yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Sebab harapan kita,
Perguruan Tinggi bisa menciptakan manusia-manusia yang berkualitas untuk membangun
bangsa ini ke depan. Artinya setelah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi
dan kembali ke masyarakat, harus mampu menciptakan lapangan kerja untuk dirinya
sendiri maupun untuk masyarakatnya. Tetapi kalau tidak didukung dengan kualitas
pendidikan yang baik pada suatu Perguruan Tinggi maka hanya sekedar menciptakan
manusia-manusia pekerja atau bermental pegawai negeri yang hanya ingin menjadi
pegawai negeri. Akhirnya menjadi persoalan, jika pemerintah tidak menciptakan
lapangan kerja yang cukup untuk orang-orang itu. Hal ini kemungkinan besar bisa
terjadi di masa yang akan datang kalau tidak diperhatikan oleh pemerintah untuk
membuat suatu kebijakan yang jelas untuk mengatur dan mendukung perguruan
tinggi yang ada secara baik . Sebab kondisi beberapa perguruan tinggi yang ada
sekarang sangat tidak mendukun masalah pembentukan kualitas sumberda manusia
yang baik untuk masa yang akan datang, baik itu sarana dan prasarana yang
dimiliki perguruan tinggi, maupun tenaga pengajar yang ada.
Kenyataan yang terjadi
sekarang bahwa dengan kebebasan yang ada sekarang, ditafsirkan secara sempit
oleh banyak orang untuk mendirikan sekolah dan perguruan tinggi seolah-olah
hanya sekedar untuk mendapatkan lapangan kerja. Sehingga mendirikan banyak
sekolah dan Perguruan tinggi tanpa diimbangi mutu dan sumber daya manusia yang
memadai. Pada hal maju dan tidaknya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas dan
sistem pendidikan yang baik dalam negaranya itu sendiri. Semua ini kembali
kepada pemerintah untuk mengedepankan amanat yang sudah tertuang dalam
Konstitusi dan buku Perencanaan Pembangunan Nasional yang ada.
Persoalannya adalah
siapa yang akan menjamin perguruan tinggi yang hadir bagaikan jamur tumbuh di
musim hujan bisa memberikan mutuh pendidikan yang baik dan berkualitas kepada
para anak bangsa kita? Alasan mendasar semua itu terjadi karena saat ini
pemerintah relatif tidak memiliki kebijakan yang jelas tentang soal pendidikan
Nasional Timor Leste terutama orientasi dari Visi dan Misinya seperti apa; Dan
kualifikasi sebagian dosen yang berkarya saat ini belum memiliki pengalaman
yang baik untuk ukuran pendidikan level Universitas, karena standar normatif
bagi seorang dosen minimal sarjana strata dua dari perguruan tinggi yang
terakreditasi.
Satu hal yang
seharusnya dilakukan pemerintah sejak awal adalah, mengontrol berdirinya
perguruan tinggi dengan satu peraturan yang bersifat temporary kemudian
menunggu UU organik Pendidikan Nasional. Sekarang siapa yang bertanggung-jawab
jika pemerintah benar-benar menutup sebagian dari perguruan tinggi swasta yang
ada sekarang dan, bagaimana nasib mahasiswa-mahasiswa yang sudah kuliah
beberapa semester pada perguruan tersebut?
Pernyataan pemerintah
melalui pejabat Departemen Pendidikan bahwa keberadaan perguruan tinggi swasta
secara hukum tidak diakui menurut kami, sepertinya terlalu tendensius jika
dilihat dari sisi lain, karena akan menciptakan persoalan baru, karena
ujung-ujungnya orang tua mahasiswa dan mahasiswa sendiri yang akan menjadi
korban. Sebaliknya juga dengan keputusan tersebut, ada nilai positifnya kalau
kita menginginkan mutuh pendidikan yang baik. Misalnya, pernyataan yang
disampaikan Sekretaris do Estadu da Edukasaun, Kultura, Joventude no Desporto
(Stl, 21 Juli 2003), bahwa secara legalitas pemerintah tidak mengakui Perguruan
Tinggi Swasta yang hadir selama ini. Menurutnya, layak atau tidak (masalah
kualitas sebagai kriteria dasar) suatu Universitas akan ditentukan oleh UU
organik setelah diadakan kongres pada tahun ini. Jikalau suatu universitas
tidak memenuhi kriteria yang akan termaktup UU nanti, secara otomatis akan
ditutup. Pernyataan demikian, memang ada nilai positifnya tetapi juga ada nilai
negatifnya. Positif karena ada perencanaan dari pemerintah untuk meremodelisasi
beberapa Universitas/perguruan tinggi yang tidak memiliki akreditasi
beroperasi. Tapi dari sisi lain pemerintah akan lemah menerapkan kebijakannya,
sebab sejak awal didirikannya Universitas-universitas itu, tidak ada regulasi
atau aturan untuk mengatur layak atau tidak suatu perguruan tinggi dibuka.
Untuk sementara ini
mungkin pemerintah baru mulai mengimplementasikan orientasi dan arah Pendidikan
Nasional berdasarkan isi buku Perencanaan Pembangunan Nasional. Seharusnya,
semua rencana kegiatan sejak keluarnya RPN, pemerintah yang memiliki wewenang,
menyesuaikan setiap kebijakannya, dengan maksud bisa tercipta keseimbangan
dalam proses pembangunan. Kenyatannya, setelah terbitnya buku RPN hingga saat
ini, pemerintah baru mau melakukan pengodokan UU Pendidikan Nasional yang mana
memiliki konsekwensi yang besar terutama proses keberlanjutan dari manfaat
pendidikan itu sendiri, padahal dalam RPN telah tercantum secara jelas Visi,
Misi serta orientasi pendidikan itu sendiri. Keterlambatan ini telah
menyebabkan pemerintah mengalami beberapa persoalan yang rumit, belum termasuk
sektor pendidikan yang meliputi perguruan tinggi dan sekolah Dasar, SLTP hingga
SLTA. Kemungkinan pertimbangan di atas, yang membuat pemerintah mengeluarkan
keputusan pada tahun lalu untuk mengurangi anggaran bagi perguruan tinggi.
Keputusan demikian, mengindikasikan bahwa pemerintah masih mempelajari
kebijakan Pendidikan Nasional melalui RUU yang sedang digodok guna menentukan
kebijakan dan arah bagi Pendidikan Nasional Timor Leste, yang berlandaskan pada
budaya bangsa, dan bisa mewakili nilai-nilai universal yang di akui secara
Internasional.
Proses yang sedang
direncanakan secara langsung berkaitan dengan mutu dan kwalitas pendidikan
tinggi baik swasta maupun negeri, klasifikasi standarisasi untuk setiap
perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi mutu pendidikan berkualitas.
Tanpa itu mustahil, target yang akan dicapai dapat diraih, sehingga dibutuhkan
standar-standar dan kualifikasi tertentu untuk mengimbangi tujuan-tujuan dasar
yang telah di targetkan pemerintah bagi keberlangsungan Pendidikan di negara
ini. Kerjasama antara perguruan tinggi dan pemerintah mutlak diperlukan untuk
menghindari kekurangan dalam hal materi dan fasilitas seperti sarana dan
prasarana. Tanpa dukungan maksimal pemerintah kepada Perguruan Tinggi, maka
sarjana-sarjana yang akan dicetak, secara otomatis akan miskin pengetahuan,
terutama kebutuhan yang tak bisa disediakan oleh Perguruan Tinggi.
Dalam beberapa wawancara
yang dilakukan media massa dengan para rektor dan dosen pada beberapa perguruan
tinggi secara jelas, mereka menyampaikan kekurangan utama yang dihadapi
institusinya, seperti kekurangan Laboratorium, perpustakaan serta kapasitas
para pengajar. Untuk menentukan kapasitas serta standar seorang dosen atau
rektor, secara otomatis pemerintah bertanggung jawab untuk mengeluarkan suatu
peraturan guna memberi kriteria dan standar bagi seorang pengajar, mungkin
kebijakan ini berlaku untuk semua tingkatan sekolah yang ada. Kemudian di
perlukan pula aturan dalam mengklasifikasi setiap mata kuliah, serta aturan
khusus untuk melihat dan menilai setiap Ijasah pengajar. Apakah Ijasah yang
bersangkutan terakreditasi atau tidak, ini di perlukan untuk menghindari adanya
Ijasah “Aspal”. Dan klasifikasi mata kuliah di perlukan untuk menghindari mata
kuliah yang tidak di butuhkan di Timor Leste jika kita berbicara soal sumber
daya manusia siap pakai.
min boleh tau gak sumbernya darimana?
ReplyDeleteKEREN KAK
ReplyDelete